Selasa, 26 April 2011

SM Kartosuwiryo (Bagian 1)


Siapakah S.M. KARTOSUWIRYO?


Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (SM Kartosuwirjo) dilahirkan di Cepu pada hari Selasa Kliwon, tanggal 7 Februari 1905 (Pinardi, 1964). Sebenarnya nama asli SM Kartosuwirjo adalah Maridjan, sedangkan ayahnya bernama Kartosuwirjo,seorang mantri penjual candu di Pamotan dekat Rembang, yaitu seorang pegawai yang diangkat pemerintah Kolonial Belanda, yang tugasnya sebagai perantara dalam jaringan distribusi candu siap pakai yang dikontrol dan diusahakan oleh pemerintah Kolonial Belanda (Holk H. Dengel, 1995). Profesi pedagang candu saat itu mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dan mempunyai peran yang sangat penting. Candu ketika itu termasuk barang yang tidak pernah dipersoalkan oleh organisasi-organisasi ataupun umat Islam. Sebagai anak dari seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda, secara otomatis ia masuk pula dalam golongan priyayi atau bangsawan. Oleh karena itu ketika masih kecil ia mendapat sebutan Sekarmadji (Pinardi, 1964).

SM Kartosuwirjo dibesarkan dalam suasana dimana ide-ide barat dengan faham rasionalismenya sedang dikenalkan di tanah jajahan Hindia. Suasana ini mewarnai pola asuh orang tuanya yang cenderung menghidupkan keluarga liberal. Dalam keluarga Kartosuwirjo setiap anggota keluarga diberi kebebasan untuk menentukan jalan pemikiran dan ideologi sesuai dengan keinginan dan pandangannya masing-masing. (Al Chaidar, 1999).

SM Kartosuwirjo berkesempatan mengenyam pendidikan modern Hindia Belanda. Pada tahun 1911 ketika ia baru berumur 6 tahun, SM Kartosuwirjo masuk Sekolah Angka II (Tweede Inlandsche School) disebut juga Sekolah Rakyat atau Sekolah Angka Dua yaitu suatu sekolah yang didirikan khusus untuk pribumi di Pamotan. Penduduk pribumi yang dimaksud di sini tidak lain adalah anak-anak pribumi yang mampu dan anak-anak bangsawan. Tempat belajarnya ada di Pamotan, Rembang, desa tempat tinggal orang tuanya. Sekolah ini didirikan dengan maksud untuk memberikan pendidikan seminimal-minimalnya kapada penduduk pribumi. Pelajaran yang diberikan adalah Bahasa Belanda atau bahasa asing lainnya. Pengetahuan Bahasa Belanda ini oleh masyarakat kolonial di Indonesia merupakan salah satu prasyarat untuk dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi yaitu sekolah Kelas Satu dan menjadi syarat pula agar dapat diterima dalam pekerjaan administratif sebagai pegawai pemerintah Kolonial Belanda. (C. Van Djik, 1983).

Setelah empat tahun belajar, SM Kartosuwirjo melanjutkan pendidikannya pada Sekolah Dasar Kelas Satu, yaitu di Hollands Inlandse School (HIS) atau Sekolah Rendah untuk penduduk pribumi. Tempat belajarnya ada di Rembang dan lama belajarnya 7 (tujuh) tahun. SM Kartosuwirjo diterima di sekolah ini dengan penurunan satu tingkat. Ia hanya mengikuti pendidikan di HIS sampai pada kelas empat. Tahun 1919 ia pindah sekolah lagi karena harus mengikuti kepindahan orang tuanya di Bojonegoro. Di kota ini SM Kartosuwirjo dimasukkan di sekolah Belanda yang tingkatannya lebih tinggi dari pada sekolah-sekolah sebelumnya. Ia dapat diterima di Europeesche Lagere School (ELS) yaitu Sekolah Rendah yang khusus untuk orang-orang Eropa dan anak-anak dari golongan bangsawan tinggi atau Pegawai Pamong Praja dengan pangkat Asisten Wedana ke atas (Pinardi, 1964). ELS disebut juga Sekolah Dasar Eropa, yang termasuk golongan sekolah elite. Syarat-syarat untuk masuk ELS termasuk paling ketat. Sebenarnya sekolah ini terutama direncanakan sebagai lembaga pendidikan untuk orang-orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa, namun demikian walaupun jumlahnya terbatas anak-anak pribumi juga diperkenankan masuk belajar di sekolah ini. Nantinya setelah golongan pribumi tersebut menyelesaikan sekolahnya di ELS, mereka berkesempatan bahkan diharapkan dapat melanjutkan pendidikannya pada lembaga-lembaga Eropa untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Bahkan bagi anak-anak yang mempunyai kemampuan atau bakat khusus, yakni anak-anak yang berprestasi tinggi, mereka dapat melanjutkan pendidikan pada salah satu lembaga yang akan mendidik mereka menjadi dokter bumiputera, ahli hukum atau pegawai negeri. (C Van Dijk, 1983 : 12-13).

SM Kartosuwirjo sendiri termasuk dalam kelompok siswa yang cerdas dan berbakat tinggi. Hal ini juga dibuktikan dari hasil evaluasi psikologi mengenai SM Kartosuwirjo yang dilakukan tahun 1962 setelah ia tertangkap. Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa kecerdasannya bertaraf tinggi, artinya mutu kecerdasannya tidak sekedar bertitik berat pada kemampuan akademik melainkan juga pada penggunaan fungsi-fungsi intelektual yang ada padanya. Walaupun saat ini usianya sudah lanjut, namun fungsi-fungsi intelektual yang ia miliki masih sangat baik. Bahkan daya ingat yang biasanya pada orang-orang di usia lanjut sudah mulai berkurang, namun pada diri SM Kartosuwirjo hanya menunjukkan kemunduran yang sedikit saja. Karena kecerdasannya yang cukup tinggi tersebut tidak mengherankan jika SM Kartosuwirjo dapat menyelesaikan pendidikannya di ELS, kemudian melanjutkan lagi ke sekolah Belanda yang lebih tinggi. (PSYDAM VI/ Siliwangi, 1962)

Pada tahun 1923 ketika baru berusia 18 tahun, SM Kartosuwirjo diterima menjadi mahasiswa tingkat persiapan pada Nederlands Indische Artsen School (NIAS), yaitu Sekolah Dokter Hindia Belanda atau pada waktu itu terkenal dengan nama Sekolah Dokter Jawa. Ketika SM Kartosuwirjo masuk di NIAS, pada tahap pertama ia harus menempuh kelas persiapan (Voorbereidende School) selama tiga tahun. Pada kelas persiapan ini diberikan pendidikan-pendidikan menengah, dan SM Kartosuwirjo dapat menyelesaikan kelas ini dengan lancar. Selanjutnya ia melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa tingkat satu untuk jurusan Ilmu Ketabiban atau Geneeskundige Afdeling. Pada tahap inilah ia memperoleh pendidikan utama yaitu mempelajari ilmu kedokteran. Sebenarnya untuk dapat menamatkan pendidikan di sekolah ini harus ditempuh selama enam tahun dan jika telah berhasil menamatkan pendidikan ini, dokter-doker Jawa yang dihasilkan NIAS belum bisa dianggap sama dengan dokter-dokter Belanda. Untuk dapat dianggap sebagai dokter yang sesungguhnya, maka mereka harus menyelesaikan pelajaran kedokteran di suatu universitas di negeri Belanda atau pada Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoogeschool) yang bertampat di Jakarta. (C. Van Dijk, 1983 ; Pinardi, 1964)

Empat tahun ia belajar di NIAS, tahun 1927 SM Kartosuwirjo harus keluar dari sekolah tersebut karena ia dituduh aktif dalam gerakan partai politik (Pinardi, 1964). SM Kartosuwirjo kedapatan memiliki sejumlah buku tentang sosialis dan komunis, padahal sekitar akhir tahun 1926 dan pada awal tahun 1927 kaum sosialis komunis melakukan pemberontakan-pemberontakan yang meresahkan pemerintah Belanda. Hal ini semakin menguatkan dikeluarkannya SM Kartosuwirjo dari NIAS. SM Kartosuwirjo memperoleh buku-buku tersebut dari pamannya yang bernama Marko Kartodikromo. Dia adalah seorang wartawan dan sastrawan yang menjadi salah seorang tokoh Partai Komunis pada waktu itu. (Holk H. Dengel, 1995)

Dari berbagai keterangan mengenai pendidikan SM Kartosuwirjo seperti yang telah diuraikan sebelumnya, nampak adanya ketimpangan atau keanehan. SM Kartosuwirjo sebagai seorang tokoh yang konsisten memperjuangkan berdirinya negara berdasarkan Islam di Indonesia, ternyata jika dilihat dari latar belakang keluarga ataupun pendidikan formalnya tidak menunjukkan kesesuaian. Latar belakang keluarganya adalah keluarga yang biasa-biasa saja bahkan cenderung keluarga yang menghidupkan suasana liberal. Kemudian jika dilihat dari latar belakang pendidikan formal yang pernah ia peroleh, semua lembaga pendidikan tempat ia belajar merupakan lembaga pendidikan milik Belanda yang cenderung sekuler dan netral agama. Tidak ada satupun keterangan yang menyebutkan bahwa SM Kartosuwirjo pernah belajar di sekolah Islam baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pengetahuannya tentang agama khususnya agama Islam terbilang masih sangat kurang, namun ia termasuk seorang yang tekun dan gigih dalam belajar. SM Kartosuwirjo mengenal pengetahuan tantang Islam kebanyakan dari kitab-kitab bahasa asing. Ia mendalami Al Qur’an justru dari kitab-kitab terjemah dalam bahasa Belanda (Pinardi, 1964).

Hasil pendidikan di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler telah membuat SM Kartosuwirjo lemah dalam penguasaan Bahasa Arab, sehingga tidak ada pilihan lain baginya didorong keinginannya yang kuat untuk belajar agama Islam, akhirnya ia belajar dari buku-buku berbahasa asing. Kurang lancarnya SM Kartosuwirjo dalam berbahasa Arab rupanya merupakan rintangan baginya untuk dapat berhubungan langsung dengan hasil karya para pemikir Islam. Bahkan hal ini telah merintangi dirinya untuk naik haji ke Mekah dan mengadakan kunjungan ke pusat-pusat pendidikan di negeri Arab untuk menimba pengetahuan keislaman. (C. Van Dijk, 1983)

SM Kartosuwirjo (Bagian 2)

Bagaimana SM Kartosuwirjo
Mengenal Islam?


SM Kartosuwirjo belajar tentang Islam di berbagai kesempatan dalam perjalanan hidupnya. Pengetahuan tentang Islam lebih banyak ia peroleh dari beberapa ulama ataupun tokoh Islam yang pernah berjumpa atau berhubungan dengannya sejak ia masih sekolah, ketika ia aktif dalam berbagai organisasi atau partai sampai perkenalannya dengan tokoh-tokoh agama di Jawa Barat tempat dimana ia mewujudkan cita-citanya.

Guru Pertama SM Kartosuwirjo di masa mudanya

Ketika masih di Bojonegoro, SM Kartosuwirjo mengenal Notodiharjo. Dialah yang kemudian menjadi guru kerohaniannya dan menjadi satu-satunya pendidikan agama yang pernah ia peroleh semasa remaja (Holk H. Dengel, 1995).

Notodiharjo adalah seorang tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah. Pikiran-pikirannya sangat mempengaruhi SM Kartosuwirjo dalam bersikap dan menanggapi ajaran-ajaran tentang agama Islam. Notodiharjo ini kemudian menanamkan ajaran-ajaran agama Islam modern ke dalam alam pikir SM Kartosuwirjo yang saat itu masih remaja. (Al Chaidar, 1999)

Bersama HOS Tjokroaminoto

Di Surabaya SM Kartosuwirjo pernah tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto yaitu sesudah dia dikeluarkan dari NIAS tahun 1927 (C. Van Dijk, 1983). Keterangan mengenai hal ini sempat dibantah oleh Dengel yang menerangkan bahwa ketika di Surabaya SM Kartosuwirjo tidak pernah tinggal di rumah Tjokroaminoto. SM Kartosuwirjo baru mengenal Tjokroaminoto secara pribadi setelah Tjokroaminoto dan Agus Salim kembali dari perjalanannya naik haji di Mekah. Namun dalam memoir Harsono Tjokroaminoto (putra Tjokroaminoto) dinyatakan bahwa sejak tinggal di Surabaya sampai di Jakarta, SM Kartosuwirjo selalu tinggal bersama keluarganya. Tjokroaminoto adalah guru SM Kartosuwirjo dalam bidang politik. Dengan keakraban yang senantiasa terjalin antar keduanya akhirnya SM Kartosuwirjo menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto dan ia tetap setia mendampingi serta melaksanakan fungsinya sampai tahun 1929. (Holk H. Dengel, 1995)

Kebersamaan SM Kartosuwirjo dengan Tjokroaminoto sangat penting perannya dalam membangun pola pikir SM Kartosuwirjo, melalui hubungan kebersamaan keduanya telah membuka wawasannya sebagai seorang politikus dan wawasan Islam. Hal ini juga telah menjadi salah satu faktor penentu dalam menemukan wawasan politik, hingga terwujud sebuah cita-cita lahirnya Negara Islam Indonesia (NII).

Menjadi Pengurus Partai

Pada tahun 1927 dalam konggres Partai Syarikat Islam Hindia Timur (PSIHT) yang berlangsung di Pekalongan, SM Kartosuwirjo ditetapkan sebagai sekretaris umum PSIHT. Dalam rangka melaksanakan tugasnya tersebut ia sering berkunjung ke daerah-daerah untuk melihat perkembangan partai di tingkat cabang dan ranting. Salah satu tempat yang pernah ia kunjungi adalah Malangbong, sebuah kota kecil dekat Garut dan Tasikmalaya di daerah Jawa Barat. Disana ia bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal dengan nama Ajengan Ardiwisastera (Holk H. Dengel, 1995; Al Chaidar, 1999).

Di Malangbong, Menikah dengan Siti Dewi Kalsum

Ajengan Ardiwisastera adalah seorang tokoh asli Malangbong sekaligus tokoh PSIHT setempat yang disegani. Disana pula ia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum, putri Ajengan Ardiwisastera yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929. Ketika menikah usia Siti Dewi Kalsum lebih muda dua tahun dari SM Kartosuwirjo. Dengan keberadaannya di Malangbong dan menikahi putri seorang tokoh terkenal di sana, maka terangkatlah diri SM Kartosuwirjo menjadi orang yang sangat terpandang di daerah tersebut. Hal ini bukan hanya karena reputasi mertuanya yang berpengaruh di Malangbong, tetapi juga karena reputasi dia sendiri yang cukup tinggi, dia adalah seorang terpelajar, menjadi sekretaris pribadi HOS Tjokroaminoto, menjabat sekretaris umum PSIHT dan sebagai anggota redaksi Fadjar Asia. Kebersamaannya dengan Ajengan Ardiwisastera sangat mempengaruhi kehidupan SM Kartosuwirjo dimana ia hidup dalam suasana kepartaian yang tentunya makin memperluas pengetahuannya tantang politik. Disamping itu mertuanya yang juga seorang ulama terkenal, maka disana ia memperoleh banyak kesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam. (Pinardi, 1964)

Selama tinggal di Malangbong ia juga banyak belajar tentang agama Islam dari ulama-ulama setempat. Tokoh ulama dari daerah Priyangan yang kemudian banyak mempengaruhi perkembangan jiwa Islam SM Kartosuwirjo antara lain : Junus Anis dari Bandung, Jusuf Tauziri dari Wanaraja, Mustafa Kamil dari Tasikmalaya, Abdul Kudus Gozali, Tusi, Oni dan lain-lainnya. (Pinardi, 1964)

Islam Tradisional di Jawa Barat, Keyakinan Mistis

Di Malangbong seperti juga di seluruh daerah pedesaan di Jawa Barat pada umumnya, modernisme Islam masih sangat rendah dan sama sekali belum mendalam. Modernisme Islam sebagian besar hanya terjadi di daerah perkotaan yang tidak mempengaruhi kyai-kyai pedesaan. Karena SM Kartosuwirjo selama berada di Jawa Barat banyak bergaul dan belajar agama dari para ulama tradisional, maka pendidikan agama yang didapatkannya sangat sedikit yang bercirikan Islam modern. Seperti juga para gurunya, SM Kartosuwirjo lebih memilih kehidupannya sebagai seorang sufi yang mengabdikan dirinya. (Horikoshi, 1975)

Sufisme yang diterapkan di daerah Jawa Barat, adalah kehidupan sufi yang lebih dekat kepada hal-hal yang berbau mistis, kepercayaan kepada benda-benda keramat dan terjadinya kultus individu (C. Van Dijk, 1983).

Akhirnya SM Kartosuwirjo dalam setiap sikap dan tindakannya menunjukkan seorang yang amat fanatik dalam agama dan ia mempunyai keyakinan mistik yang tebal. Hal ini kemudian dimanfaatkannya untuk menanamkan pengaruh pada rakyat Jawa Barat dalam rangka mewujudkan cita-citanya.

Semoga masih bersambung,....

Umar Bin Khattab

KISAH KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB


Memang betul, Khalifah Umar bin Khatthab telah berubah ingatan. Banyak yang melihatnya dengan mata kepala sendiri. Barang kali karena Umar di masa mudanya sarat dengan dosa, seperti merampok, mabuk-mabukkan, malah suka mengamuk tanpa berperi kemanusiaan, sampai orang tidak bersalah banyak yang menjadi korban. Itulah yang mungkin telah menyiksa batinnya sehingga ia ditimpa penyakit jiwa.

Dulu Umar sering menangis sendirian sesudah selesai menunaikan salat. Dant iba-tiba ia tertawa terbahak-bahak, juga sendirian. Tidak ada orang lain yang membuatnya tertawa. Bukankah hal itu merupakan isyarat yang jelas bahwa Umar bin Kaththab sudah gila?

Abdurrahman bin Auf, sebagai salah seorang sahabat Umar yang paling akrab, merasa tersinggung dan sangat murung mendengar tuduhan itu. Apalagi, hampir semua rakyat Madinah telah sepakat menganggap Umar betul-betul sinting. Dan, sudah tentu, orang sinting tidak layak lagi memimpin umat atau negara.

Yang lebih mengejutkan rakyat, pada waktu melakukan salat Jum'at yang lalu,ketika sedang berada di mimbar untuk membacakan khotbahnya, sekonyong-konyong Umar berseru, "Hai Sariah, hai tentaraku. Bukit itu, bukititu, bukit itu!" Jemaah pun geger. Sebab ucapan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan isi khotbah yang disampaikan. "Wah, khalifah kita benar-benar sudah gila," gumam rakyat Madinah yang menjadi makmum salat Jumat hari itu.

Tetapi Abdurrahman tidak mau bertindak gegabah, ia harus tahu betul, apa sebabnya Umar berbuat begitu. Maka didatanginya Umar, dan ditanyainya,"Wahai Amirul Mukminin. Mengapa engkau berseru-seru di sela-sela khotbah engkau seraya pandangan engkau menatap kejauhan?" Umar dengan tenang menjelaskan, "Begini, sahabatku. Beberapa pekan yang lewat aku mengirimkan Suriah, pasukan tentara yang tidak kupimpin langsung, untuk membasmi kaum pengacau. Tatkala aku sedang berkhotbah, kulihat pasukan itu dikepung musuh dari segala penjuru. Kulihat pula satu-satunya benteng untuk mempertahankandiri adalah sebuah bukit dibelakang mereka. Maka aku berseru: bukit itu,bukit itu, bukit itu!"

Setengah tidak percaya, Abdurrahman megerutkan kening. "Lalu, mengapa engkau dulu sering menangis dan tertawa sendirian selesai melaksanakan salat fardhu?" tanya Abdurrahman pula. Umar menjawab, "Aku menangis kalau teringat kebiadabanku sebelum Islam. Aku pernah menguburkan anak perempuanku hidup-hidup. Dan aku tertawa jika teringat akan kebodohanku. Kubikin patung dari tepung gandum, dan kusembah-sembah seperti Tuhan."

Abdurrahman lantas mengundurkan diri dari hadapan Khalifah Umar. Ia belum bisa menilai, sejauh mana kebenaran ucapan Umar tadi. Ataukah hal itu justru lebih membuktikan ketidakwarasannya sehingga jawabannya pun kacau balau? Masak ia dapat melihat pasukannya yang terpisah amat jauh dari masjidtempatnya berkhotbah?

Akhirnya, bukti itupun datang tanpa dimintanya. Yaitu manakala sariah yang kirimkan Umar tersebut telah kembali ke Madinah. Wajah mereka berbinar-binar meskipun nyata sekali tanda-tanda kelelahan dan bekas-bekas luka yang diderita mereka. Mereka datang membawa kemenangan.

Komandan pasukan itu, pada hari berikutnya, bercerita kepada masyarakat Madinah tentang dasyatnya peperangan yang dialami mereka. "Kami dikepung oleh tentara musuh, tanpa harapan akan dapat meloloskan diri dengan selamat.Lawan secara beringas menghantam kami dari berbagai jurusan. Kami sudah luluh lantak. Kekuatan kami nyaris terkuras habis. Sampai tibalah saat salatJumat yang seharusnya kami kejakan. Persis kala itu, kami mendengar sebuah seruan gaib yang tajam dan tegas: "Bukit itu, bukit itu, bukit itu!" Tiga kali seruan tersebut diulang-diulang sehingga kami tahu maksudnya.Serta-merta kami pun mundur ke lereng bukit. Dan kami jadikan bukit itu sebagai pelindung di bagian belakang. Dengan demikian kami dapat menghadapi serangan tentara lawan dari satu arah, yakni dari depan. Itulah awal kejayaan kami."

Abdurrahman mengangguk-anggukkan kepala dengan takjub. Begitu pula masyarakat yang tadinya menuduh Umar telah berubah ingatan. Abdurrahman kemudian berkata, "Biarlah Umar dengan kelakuannya yang terkadang menyalahi adat. Sebab ia dapat melihat sesuatu yang indera kita tidak mampu melacaknya"


Dari buku Kisah Teladan - K.H. Abdurrahman Arroisi

Senin, 25 April 2011

YAHYA BIN AKTSAM

YAHYA BIN AKTSAM

Seorang lelaki datang menemui Yahya bin Aktsam, lalu berkata kepadanya: "Wahai Yahya,orang mengattakan bahwa engkau adalah pendebat yang ulung. Lantas sudikah engkau bila aku bertanya kepadamu? Dan apakah engkau mau menjawab?"

Yahya bin Aktsam menjawab: "Cepatlah engkau bertanya, niscaya engkau hanya akan mendengar jawaban-jawaban yang memuaskan insya Allah."
Maka orang itu bertanya: "Semoga Allah meluruskan engkau wahai qadhi. Seberapakah aku makan?"
Yahya bin Aktsam menjawab: "Setelah lapar dan sebelum kenyang."
Orang itu bertanya lagi: "Seberapa aku tertawa?"
Yahya bin Aktsam menjawab: "Hingga pucat wajahmu dan tak terdengar suaramu."
Orang itu bertanya: "Seberapa aku menangis?"
Yahya bin Aktsam menjawab: "Engkau tidak bosan menangis lantaran takut kepada Allah Taala."
"Seberapa aku menyembunyikan perbuatanku?" orang itu tanya lagi.
Dijawab Yahya bin Aktsam: "Sebatas kesanggupanmu."
Orang itu bertanya lagi: "Dan seberapa aku menampakkannya?"
Dijawab oleh Yahya bin Aktsam: "Sebatas yang mengiringimu ketaatan dan kebaikan serta ucapan orang-orang yang akan memberimu ketentraman."

Sumber dari: Al Jawaabul Muskitah, Ma'mun bin Muhyiddin Al Jannan

Sabtu, 16 April 2011

Nabi Sulaiman a.s.
















Cerita Islami


Sulaiman Menyembelih Kuda Karena Allah, Lalu Allah Menggantikanya Dengan (Anugerah) Angin Yang Tunduk Kepadanya.

"Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesunguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika dipertunjukan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata, "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan." "Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku." Lau ia potong kaki dan leher kuda itu. (Shaad:30-33)

Allah menyebutkan, bahwa Dia menganugerahkan kepada Daud putera bernama Sulaiman a.s. Allah memuji Sulaiman bahwa dia banyak kembali kepada-nYa, lalu Allah menyebutkan perkaranya tentang kuda. Berikut ini kisahnya:

Sulaiman a.s. begitu cintanya kepada kuda untuk digunakan jihad di jalan Allah. Beliau memiliki kuda-kuda yang kuat, cepat dan bersayap. Kuda-kudanya berjumlah 20 ribu ekor. Ketika ia memeriksa dan mengatur kuda-kuda tersebut, ia ketinggalan shalat Ashar, karena lupa bukan disengaja. Saat ia mengetahui ketinggalan sholatnya karena kuda-kuda tersebut, ia pun bersumpah, "Tidak, demi Allah, janganlah kalian (kuda-kudaku) melalaikanku dari menyembah Tuhanku." Lau beliau menitahkan agar kuda-kuda itu disembelih. Maka beliau memukul leher-leher dan urat-urat nadi kuda-kuda tersebut dengan pedang. Ketika Allah mengetahui hamba-Nya, yang bernama Sulaiman menyembelih kuda-kuda tersebut karena Diri-Nya, karena takut dari siksa-Nya serta karena kecintaan dan pemuliaan kepada-Nya, karena dia sibuk dengan kuda-kuda tersebut sehingga habis waktu shalat. Sebab hal it, Allah lalu menggantikan untuknya sesuatu yang lebih baik dari kuda-kuda tersebut, yakni angin yang bisa berhembus dengan perintahnya, sehingga akan menjadi subur daerah yang dilewatinya, perjalannya sebulan dan kembalinya juga sebulan. Dan tentu, ini lebih cepat dan lebih baik daripada kuda. Karena itu, benarlah sabda Rasulullah saw, "Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah kecuali Allah akan memberimu (sesuatu) yang lebih baik daripadanya." (HR Ahmad dan Al-Baihaqi, hadits shahih)

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

E-Mail: info@alislam.or.id

Rahmat Allah SWT

RAHMAT ALLAH SWT

Sudah selayaknya manusia senantiasa bersyukur kepada Allah swt. Begitu besar karunia yang telah dianugerahkan kepada manusia. Bumi dan langit berserta isinya dianugerahkan kepada makhluknya. Tiadalah ada artinya jika seluas bumi ini tanpa Rahmat Allah swt. Tiadalah berharga seberapapun harta yang kita miliki jika ternyata kita sakit. Padahal Rahmat Allah swt meliputi seluruh makhluknya baik jin maupun manusia, hewan, dan tumbuhan. Satu saja rahmat yang diberikan Allah namun sudah sangat besar manfaatnya bagi makhluknya di dunia kini, bagaimana dengan 99 Rahmat Allah kelak di kehidupan Akhirat?

"Sesungguhnya Allah swt. memiliki 100 macam rahmat (kebaikan) yang akan diturunkan satu rahmat dari pada-Nya diantara jin, manusia, binatang-binatang dan harimau. Dengan rahmat itulah mereka berkasih sayang dan saling mencintai, dan dengan rahmat itu pulalah binatang buas menyayangi anaknya. Dan Allah akan mengakhirkan rahmat-Nya itu yang masih sebanyak 99 macam lagi untuk diberikan rahmat itu kepada hamba-Nya pada hari kiamat."
(HR. Bukhari - Muslim)

Rahmat Allah swt meliputi semua makhluknya, Manusia yang beriman taat beribadah mendapatkan rahmatNya, kemuliaan di dunia dan balasan surga di akhirat.
namun Bagaimana dengan manusia-manusia yang hidup dengan bergelimang dosa?

Hadits Qudsi, "Sesungguhnya Rahmatku (Allah) mendahulukan kemurkaanku." (H.R. Bukhari - Muslim).

Seandainya sudah tak ada Rahmat Allah bagi mereka, maka tentu saja mereka telah dibinasakan dan diganti dengan generasi baru yang lebih baik, sebagaimana Allah binasakannya umat Nabi Nuh, umat Nabi Luth yang telah melampaui batas, berbuat kerusakan di muka bumi.

SIAPAKAH YANG AKAN MENDAPAT RAHMAT ALLAH?

Q.S. Al A'raf (7) : 156
Dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami".

Yang akan mendapat Rahmat Allah seperti disebutkan dalam ayat di atas diantaranya:
  1. Orang-orang yang bertaqwa
  2. Orang-orang yang membayar zakat
  3. Orang-orang yang beriman pada ayat-ayat Allah (Al Qur'an)
Rahmat Allah juga diberikan kepada:
  1. Orang yang menaati Allah dan Rasulnya (Q.S. Ali Imron (3) : 132
  2. Orang yang senantiasa berbuat kebajikan (Q.S. Al A'raf (7) : 57
  3. Hamba-hamba Allah yang mendatangi majelis ilmu, majelis dzikir, karena mengharap keridhoan Allah.
BOLEHKAH KITA BERPUTUS ASA?

Q.S. Az Zumar (39) : 53
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Seorang pemuda yang telah membunuh 99 orang bertanya pada ahli ibadah, "Wahai Ahli Ibadah, saya telah banyak berbuat dosa, saya telah membunuh 99 orang, jika saya bertaubat mohon ampun kepada Allah apakah tobat saya diterima?"
Ahli Ibadah menjawab, "Dosamu terlalu besar jangankan membunuh 99 orang, satu nyawa saja maka neraka balasannya, tobatmu tidak akan diterima Allah."
Mendengar jawaban itu dicabutlah pedang dan ditebaslah leher sang Ahli Ibadah sehingga genap 100 orang telah dibunuh.
Lalu ditemuilah Ahlu Ilmi, diceritakan perihal dosa-dosa yg telah dilakukannya lalu bertanya "Apakah tobat saya diterima oleh Allah?"
Ahlu Ilmi menjawab, "Allah mengampuni dosa-dosa hambanya yang bertaubat dengan Taubat Nasuha. Tinggalkanlah negerimu, pergilah ke negeri dimana kamu dapat memperbaiki dirimu".
Lalu sang pemuda itupun pindah ke negeri yg ditujukan sang Ahlu Ilmi untuk bertaubat.
Di tengah tengah perjalanan pemuda itu meninggal dunia. Lalu 2 malaikat berebut, pemuda ini masuk neraka karena belum sampai di negeri tempat dia bertaubat, tidak pemuda ini masuk ke surga karena telah bertaubat.
Kemudian Allah memberikah Rahmatnya, memerintahkan 2 malaikat itu untuk mengukur:
  • Jika jarak yang telah ditempuh pemuda itu lebih dekat ke negeri tujuannya maka ia masuk surga,
  • Jika jarak yang telah ditempuh pemuda itu lebih dekat ke negeri asalnya maka ia di neraka.
Para malaikatpun mengukur jarak tersebut,
Allah perintahkan kepada Bumi untuk mendekatkan ke negeri tujuan pemuda itu untuk bertaubat, maka bumipun mendekatkan jasad itu,pemuda itupun masuk surga Dengan Rahmat Allah SWT.

MUNGKINKAH MANUSIA TIDAK PUNYA DOSA?

Q.S. An Najm (53) : 32
(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa

Manusia adalah makhluk yang lemah, tempat lupa, lalai dan dosa. Seseorang tidak dapat lepas dari perbuatan dosa, "Maka Janganlah kamu mengatakan dirimu suci".
Namun sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang mau bertaubat, mohon ampun kepada Allah SWT.
Manusia sangat membutuhkan Rahmat dari Allah SWT.

Q.S. An Nur (24) : 21

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Manusia tidak dapat bersih dari perbuatan dosa.
Allahlah yang membersihkan dosa orang-orang yang dikehendakiNya
Semua itu karena karunia dan rahmat Allah SWT kepada manusia.

SIAPAKAH ORANG-ORANG YANG DIJAUHKAN DARI RAHMAT ALLAH SWT?
  1. Laki-laki yang menyerupai wanita dan sebaliknya.
  2. Laki-laki/wanita yang menyemir rambutnya dengan warna hitam.
  3. Wanita yang menyambung rambut dan meminta menyambung rambutnya.
  4. Laki-laki/wanita yang mentato atau minta ditato tubuhnya.
  5. Orang yang menyuap dan disuap.
Sungguh merugi manusia yang jauh dari rahmat Allah, baik di dunia maupun kehidupannya kelak di akhirat.
Wallahu a'lam.