Kamis, 28 Juni 2012

Mendidik Anak agar menjadi Anak Shalih Shalihah


PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM ( 4 )
oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan
 
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA
Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu: 

1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya.
Diajarkan kepadanya:

  • Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
  • Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
  • Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya:
    "Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan batin..."(Surah Luqman : 20).
    "Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan  rizki kepadamu dari langit dan bumi...."(Surah Fathir :3).
    Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya." (Surah Al Qashash : 73).
2. Pengajaran  sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum  thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang  bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung jawabnya." (Muhammad Hasan  Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz 1.) 

3. Pengajaran baca Al Qur'an.
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya,  niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".

Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan  tahfizh  Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku:
Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal ini.  Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak dewasa." 


4, Pengajaran hak-hak kedua orangtua,
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat  dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga  terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.
Firman Allah Ta'ala :
'Dan Tuhanmu  telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Surah Al-Isra': 23-24).

Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"

Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam kitab  'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam yang ding-in. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat." 

5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan /bayarhutang)"
Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik."
Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok.""

Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah  bin Abu Jahal memukulku pada  lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya ialu kutarik hingga terputus."
Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna yang indah. 


6. Pengajaran etiket umum.
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan  teman sepermainannya.
Diajarkan  pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan disekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian  karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan. 

7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin  Az Zubair sedang bernain-main dengan anak-anak sebayanya, lewatlah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhtr.
Maka larilah semua anak karena takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu tidak lari bersama teman-temanmu,nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul Mu'minin!
Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga aku harus minggir.

Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu.
Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?

Pembiasaan Anak-Anak Dalam Islam


PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM ( 3 )
oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan
 
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini.
Aspek-aspek yang wajib  diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:

 
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. "Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak." (Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)
Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.

 
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.

 
3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali.  Terkadang  melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar,  atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya." (Ibid.)
 
4. Anak dibiasakan  dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
Antara lain:  (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al  Bayanuni, Minhaj At Tarbiyah Ash Shalihah.)
  • Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
  • Dibiasakan  mendahulukan  bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
  • Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan tidur dengan miring ke kanan.
  • Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
  • Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
  • Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
  • Dilarang bermain dengan hidungnya.
  • Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
  • Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
  • Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
  • Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
  • Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
  • Dibiasakan kebersihan mulut dengan menggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
  • Dididik untuk mendahulukan  orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
  • Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
  • Dibiasakan membaca "Alhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah".
  • Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
  • Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
  • Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi atau Ibu, dan Abi atau Bapak.
  • Ketika  berjalan  jangan mendahului kedua orang tua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
  • Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
  • Tidak membuang sampah di jalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
  • Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
  • Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
  • Dibiasakan menuruti perintah orang tua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
  • Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
  • Hendaknya kedua orang tua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
  • Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
  • Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
  • Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

Hukum Memberi Uang Suap untuk Memperoleh Pekerjaan dan sejenisnya


HUKUM MEMBERI UANG SUAP AGAR MEMPEROLEH PEKERJAAN DAN SEJENISNYA

Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin


Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Bagaimana hukum syrai’at tentang orang yang memberi uang dengan terpaksa agar bisa memperoleh pekerjaan atau bisa mendaftarkan anaknya di suatu perguruan tinggi atau hal-hal lain yang sulit diperoleh tanpa memberikan uang kepada petugas yang berwenang. Apakah orang yang memberi uang itu berdosa dalam kondisi seperti demikian? Berilah kami fatwa, semoga anda mendapat pahala.

Jawaban.
Tidak boleh memberi uang untuk memperoleh pekerjaan atau untuk bisa belajar di suatu perguruan tinggi atau fakultas tertentu, karena lembaga-lembaga pendidikan dan lowongan-lowongan pekerjaan itu terbuka bagi siapa saja yang berminat atau diprioritaskan bagi yang lebih dulu mendaftar atau yang lebih professional, maka tidak boleh dikhususkan bagi yang memberi uang atau bagi yang mempunyai hubungan dekat.

Memberikan uang seperti itu disebut menyogok, Nabi Shallallahualaihi wa sallam telah melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, karena uang/pemberian itu akan mempengaruhi kinerja para petugas yang memegang tugas-tugas tersebut atau lembaga-lembaga pendidikan tersebut sehingga mereka tidak obyektif dan tidak selektif, mereka hanya menerima orang yang mau memberi uang sejumlah yang diminta.

Seharusnya mereka bekerja sesuai dengan peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan oleh atasan-atasan mereka, seperti ; mengutamakan orang-orang yang potensial dan para professional, mengutamakan yang lebih dulu mendaftar atau menentukan dengan di undi jika kualifikasinya sama. Dengan demikian setiap muslim akan rela dengan keputusan yang ditetapkan dan tidak ada paksaan untuk menyerahkan sejumlah uang untuk memperoleh pekerjaan-pekerjaan tersebut.  

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan memberikan jalan keluar baginya dan mengaruniainya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Wallahu A’lam.

[Diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 554-555 Darul Haq]

Baca Juga.... IMPLIKASI SUAP

Penyakit SUAP, SOGOK, uang PELICIN & semacamnya....!!!

IMPLIKASI SUAP

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz


--------------------------------------------------------------------------------


Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa implikasi dari budaya suap dalam merusak kepentingan kaum muslimin, perilaku dan ineteraksi sesama mereka ?

Jawaban
Jawaban atas pertanyaan ini tampak dari hasil jawaban pertanyaan sebelumnya, ditambah lagi implikasinya terhadap kepentingan kaum muslimin, yaitu kezhaliman terhadap kaum lemah, lenyap atau hilangnya hak-hak mereka, paling tidak, tertundanya mereka mendapatkan hak-hak tersebut tanpa cara yang benar (haq), bahkan semua ini demi suap.

Di antara implikasinya yang lain, bejatnya akhlaq orang yang mengambil suap tersebut, baik dari kalangan hakim, pegawai ataupun selain mereka ; takluknya diri orang tersebut terhadap hawa nafsunya ; lenyapnya hak orang yang tidak membayar dengan menyuap atau hilangnya haknya tersebut secara keseluruhan, ditambah lagi iman si penerima suap akan menjadi lemah dan dirinya terancam mendapatkan kemurkaan Allah dan adzab yang amat pedih di dunia maupun akhirat.

Sesungguhnya Allah mengulur-ngulur tetapi Dia tidak pernah lalai. Bisa jadi, Allah mempercepat adzab di dunia terhadap si pelaku kezhaliman sebelum dia mendapatkannya di akhirat kelak sebagaimana terdapat di dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda.

"Artinya : Tidak ada dosa yang paling pantas untuk disegerakan siksaannya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap pelakunya di dunia, di samping apa yang Dia simpan baginya di akhirat kelak, seperti 'al-baghyu' (perbuatan melampui batas seperti kezhaliman, dsb) dan memutuskan silaturrahim" [Hadits Riwayat Abu Dawud, kitab Al-Adab 4902, At-Tirmidzi, kitab Shifatul Qiyamah 25111]

Tidak dapat diragukan lagi bahwa budaya suap dan seluruh bentuk kezhaliman adalah termasuk 'al-baghyu' (perbuatan melampui batas) yang telah diharamkan Allah.

Di dalam kitab Ash-Shahihaian dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengulur-ngulur bagi orang yang zhalim ; maka bila Dia mengadzabnya, tidak akan melenceng sama sekali"

Kemudian, beliau membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesunguhnya adzabNya itu adalah sangat pedih lagi keras" [Hud : 102] 


Lalu Bagaimana Hukum memberi Uang Suap karena terpaksa? 
Klik disini ......

[Kitab Ad'Da'wah dari Fatwa Syaikh ibn Baz]


--------------------------------------------------------------------------------

Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 4-5 Darul Haq. [sumber http://www.almanhaj.or.id]

Apa Itu Hadits Qudsiy?


Apa Itu Hadîts Qudsiy

Mukaddimah
Pada kajian ilmu hadits kali ini, sengaja kami ketengahkan masalah Hadîts Qudsiy yang tentunya sudah sering didengar atau dibaca tentangnya namun barangkali ada sebagian kita yang belum mengetahuinya secara jelas.
Untuk itu, kami akan membahas tentangnya secara ringkas namun terperinci insya Allah, semoga bermanfa'at.

Definisi

Secara bahasa (Etimologis), kata
القدسي dinisbahkan kepada kata القدس (suci). Artinya, hadits yang dinisbahkan kepada Dzat yang Maha suci, yaitu Allah Ta'ala.
Dan secara istilah (terminologis) definisinya adalah 

ما نقل إلينا عن النبي صلى الله عليه وسلم مع إسناده إياه إلى ربه عز وجل
Sesuatu (hadits) yang dinukil kepada kita dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang disandarkan beliau kepada Rabb-nya.

Perbedaan Antara Hadîts Qudsiy Dan al-Qur`an

Terdapat perbedaan yang banyak sekali antara keduanya, diantaranya adalah:
1. Bahwa lafazh dan makna al-Qur`an berasal dari Allah Ta'ala sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian, alias maknanya berasal dari Allah Ta'ala namun lafazhnya berasal dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
2. Bahwa membaca al-Qur`an merupakan ibadah sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
3. Syarat validitas al-Qur'an adalah at-Tawâtur (bersifat mutawatir) sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.

Jumlah Hadîts-Hadîts Qudsiy

Dibandingkan dengan jumlah hadits-hadits Nabi, maka Hadîts Qudsiy bisa dibilang tidak banyak. Jumlahnya lebih sedikit dari 200 hadits.

Contoh

Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di dalam kitab Shahîh-nya dari Abu Dzarr radliyallâhu 'anhu dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkan beliau dari Allah Ta'ala bahwasanya Dia berfirman,

يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا
"Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Ku dan menjadikannya diantara kamu diharamkan, maka janganlah kamu saling menzhalimi (satu sama lain)." (HR.Muslim)

Lafazh-Lafazh Periwayatannya

Bagi orang yang meriwayatkan Hadîts Qudsiy, maka dia dapat menggunakan salah satu dari dua lafazh-lafazh periwayatannya:
1.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya 'Azza Wa Jalla
2.
قال الله تعالى، فيما رواه عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم
Allah Ta'ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dari-Nya

Buku Mengenai Hadîts Qudsiy

Diantara buku yang paling masyhur mengenai Hadîts Qudsiy adalah kitab

 الاتحافات السنية بالأحاديث القدسية (al-Ithâfât as-Saniyyah Bi al-Ahâdîts al-Qudsiyyah) karya 'Abdur Ra`uf al-Munawiy.
    Di dalam buku ini terkoleksi 272 buah hadits.

(SUMBER: Buku Taysîr Musthalah al-Hadîts, karya
DR.Mahmûd ath-Thahhân, h.127-128)

Minggu, 24 Juni 2012

Bolehkan Mematikan HP yang Berdering Saat Sedang Shalat?


MEMATIKAN “dering” HP KETIKA SHALAT

Termasuk salah satu nikmat Allah swt. yang harus disyukuri adalah kemajuan teknologi, seperti handphone dan semisalnya. Alat tersebut (handphone) jika digunakan untuk hal yang baik maka berpahala, tetapi jika digunakan untuk keburukan maka merupakan dosa. Akan tetapi tidak jarang kita jumpai alat komunikasi jadi bencana bagi kaum muslimin di masjid.
Ketika sedang shalat tiba-tiba berdering suara handphone dari salah seorang makmum, kadang suara itu berlangsung lama sehingga mengganggu makmum lainnya, kadang suara hanphone tidak sekedar deringan tetapi disertai dengan nyanyian, suara wanita, dan lain sebagainya, yang sangat tidak layak didengar apalagi ketika sedang shalat.
Semua ini mengharuskan kita untuk untuk segera mengingatkan diri kita dan orang di sekitar kita supaya tidak terus menerus terjadi gangguan dalam shalat sehingga mengurangi kekhusyukan, bahkan menghilangkannya.
Oleh karena itu wajib bagi setiap yang hendak shalat untuk menyiapkan diri supaya menyempurnakan kekhusyukkannya, menghindarkan segala perkara yang mengganggunya, dengan mematikan alat komunikasinya secara total sebelum shalat.
Akan tetapi jika lupa lalu berdering di tengah shalat, maka wajib baginyan untuk menggerakkan tangannya dan segera mematikan alat komunikasinya.
Gerakan yang ia lakukan tidaklah membatalkan shalatnya sebab Rasulullah saw. pun pernah melakukan gerakan-gerakan lain dalam shalahnya. Gerakan mematikan handphone ini tergolong sangat sedikit dibandingkan dengan gerakan yang dilakukan Rasulullah saw. ketika menggendong Umamah cucunya, dan dibandingkan gerakan beliau ketika memutar Ibnu Abbas yang berdiri di samping kiri beliau menjadi di sebelah kanannya, apalagi gerakan tersebut dilakukan untuk kemaslahatan shalat dirinya dan kaum muslimin.

Perhatian. Membiarkan alat komunikasi berdering, tidak dimatikan saat sedang shalat adalah kerusakan demi kerusakan semata,
Pertama; akan merusak shalat dirinya sendiri, karena menjawab seruan alat komunikasi dengan sapaan atau jawaban adalah mustahil dalam shalat sebab hal itu membatalkan shalatnya, sedangkan jika dibiarkan berdering maka dia terus dalam keadaan tidak tenang, goncang, dan tidak khusyuk.
Kedua; akan merusak shalat kaum muslimin atau paling tidak mengganggu mereka, sedangkan Allah swt. berfirman:
“Dan orang-orang yang menggganggu kaum mukminin dan mukminat dengan tanpa sebab kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka memikul kebohongan dan dosa yang nyata” QS. Al-Ahzab (33): 58.

Demikianlah pembahasan masalah gangguan dering handphone dalam shalat, semoga bermanfaat. Amin.

Sumber: Al Furqon Edisi 9 Th. ke-11, p.41

Sabtu, 16 Juni 2012

TATHAYYUR: Jangan-Jangan Aku Celaka!!!!



Hukum Tathayyur

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Firman Allah Ta'ala (artinya):
"Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (Al-A'raf: 131)
"Mereka (para rasul) berkata: "Kesialan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib sial?). Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas."." (Yasin: 19) 

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah dan shafar." (HR Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam salah satu riwayat Muslim, disebutkan tambahan: "... dan tidak ada nau' serta ghul."

'Adwa: penjangkitan atau penularan penyakit. Maksud sabda Nabi disini ialah untuk menolak anggapan mereka ketika masih hidup di zaman jahiliyah bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah Ta'ala. Anggapan inilah yang ditolak oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan keberadaan penjangkitan atau penularannya; sebab, dalam riwayat lain, setelah hadits ini, disebutkan: "... dan menjauhlah dari orang yang terkena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa." (HR Al-Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa, penjangkitan atau penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak dan takdir Ilahi, namun sebagai insan muslim disamping iman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan tindakan preventif sebelum terjadi penularan sebagaimana usahanya menjauh dari terkaman singa. Inilah hakekat iman kepada takdir Ilahi.

Thiyarah: merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.

Hamah: burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya; apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya. Dan maksud sabda beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah dan sudah ditentukan oleh-Nya.

Shafar: bulan kedua dalam tahun Hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharram. Orang-orang jahiliyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan. Yang demikian dinyatakan tidak ada oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan termasuk dalam anggapan seperti ini: merasa bahwa hari Rabu mendatangkan sial, dll. Hal ini termasuk jenis thiyarah, dilarang dalam Islam.

Nau': bintang; arti asalnya adalah: tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan hujan turun kepada bintang ini, atau bintang itu. Maka Islam datang mengikis anggapan seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi semua itu adalah ketentuan dari Allah 'Azza wa Jalla.

Ghul: hantu (genderuwo), salah satu makhluk jenis jin. Mereka beranggapan bahwa hantu ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi disini bukanlah tidak mengakui keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah serta tidak bertawakkal kepada-Nya. Inilah yang ditolak oleh beliau; untuk itu dalam hadits lain beliau bersabda: "Apabila hantu beraksi menakut-nakuti kamu, maka serukanlah adzan", artinya: tolaklah kejahatannya itu dengan berdzikir dan menyebut Allah. Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad dalam Al-Musnad.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Anas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Tidak ada 'adwa dan thiyarah, tetapi fa'l menyenangkan diriku." Para sahabat bertanya: "Apakah fa'l itu?" Beliau menjawab: "Yaitu kalimah thayyibah (kata-kata yang baik)."."

Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad shahih dari 'Uqbah bin 'Amir, ia berkata: "Thiyarah disebut-sebut di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau pun bersabda: "Yang paling baik adalah fa'l, dan thiyarah tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Apabila salah seorang diantara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkannya maka supaya berdoa: "Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Engkau; tiada yang dapat menolak keburukan selain Engkau; dan tiada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Engkau."."

Abu Dawud meriwayatkan pula hadits marfu' dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu:
"Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik; dan tiada seorang pun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya."
Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas'ud.

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu 'Amr, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya (kepentingannya) karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik." Para sahabat bertanya: "Lalu apakah sebagai tebusannya?" Beliau menjawab: "Supaya dia mengucapkan: Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau; tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau; dan tiada Sembahan yang hak selain Engkau..."

Imam Ahmad meriwayatkan pula hadits dari Al-Fadhl ibn Al-'Abbas Radhiyallahu 'anhu:
"Sesungguhnya thiyarah itu ialah yang menjadikan kamu terus melangkah atau mengurungkan niat (dari keperluanmu)." 

Kandungan tulisan ini:
  1. Tafsiran kedua ayat tersebut di atas. Kedua ayat ini menunjukkan bahwa tathayyur termasuk perbuatan jahiliyah dan syirik, karena segala sesuatu termasuk nasib sial merupakan takdir dari Allah; dan menunjukkan bahwa kesialan terjadi karena perbuatan maksiat kepada Allah.
  2. Dinyatakan bahwa tidak ada 'adwa.
  3. Dinyatakan bahwa tidak ada thiyarah.
  4. Dan dinyatakan bahwa tidak ada hamah.
  5. Serta dinyatakan bahwa tidak ada shafar.
  6. Fa'l tidak termasuk yang ditolak dan dilarang oleh Rasulullah bahkan dianjurkan.
  7. Pengertian fa'l.
  8. Apabila terjadi thiyarah (tathayyur) dalam hati seseorang, tetapi dia tidak menginginkannya, maka hal itu tidak apa-apa hukumnya, bahkan Allah menghapuskannya dengan tawakkal.
  9. Doa yang harus dibaca oleh orang yang menjumpai hal tersebut.
  10. Ditegaskan bahwa thiyarah adalah syirik.
  11. Pengertian thiyarah yang tercela dan terlarang.
Artikel As-Sunnah Online: Tauhid, 16 Jan 2002