MENJADI WALI NIKAH BAGI ANAK HASIL ZINA?????
#Bolehkah seorang bapak menjadi wali bagi anak perempuannya, yang merupakan hasil zina dengan istrinya sebelum menikah, kemudian hamil, dan anak tersebut lahir setelah mereka menikah?#
Ulama berbeda pendapat tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan yang tidak bersuami, kemudian dia hamil dan melahirkan anak. Jika laki-laki yang berzina tersebut mengakui anak itu sebagai anaknya, apakah anak tersebut bisa dinasabkan kepadanya atau tidak? Sebagian Ulama’ berpendapat bisa dinasabkan, karena dia benar-benar anaknya.
Namun jumhur (mayoritas) Ulama’, yaitu mazhab empat, Zhahiriyyah, dan lainnya, berpendapat tidak bisa dinasabkan. Pendapat jumhur inilah yang lebih kuat, dengan dalil antara lain:
Sabda Nabi saw.:
ójòVòZô»A øjøÇBò¨ô¼ø» òË øtAòjø°ô¼ø» ófò»òÌô»òA
“Anak itu milih suami pemilik istri (suami yang sah), sedangkan lelaki yang berzina mendapat kerugian (tidak mendapatkan apa-apa).” (HR. Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457 dari Aisyah).
Dalam hadits ini Nabi saw. menjadikan anak menjadi milik laki-laki yang beristri, sedangkan lelaki yang berzina tidaklah memiliki hak atas anak tersebut sehingga dikatakan lelaki yang berzina mendapat kerugian. Maka jika anak dinasabkan kepada lelaki yang berzina, hal itu bertentangan dengan hadits ini.
Berdasarkan hadits tersebut maka anak dinasabkan kepada suami yang sah. Jika tidak ada suami yang sah maka anak tersebut dinasabkan kepada ibunya. Oleh karena itu, anak yang lahir dari hasil perzinaan tidak di nasabkan kepada bapak biologisnya namun kepada ibunya.
Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra berkata: “Ketika kota mekah ditaklukkan di zaman Rasulullah saw., seorang lelaki berdiri dan berkata, Wahai Rasulullah, Sesungguhnya si Fulan itu anakku, dahulu aku berzina dengan ibunya di zaman jahiliyyah!” Maka Rasulullah saw. bersabda:
jòVòZô»A øjøÇBò¨ô¼ø»òË øtAòjø°ô¼ø» ófò»òÌô»A øÒúÎø¼øÇBòVô»A ójô¿C òKòÇòg øÂòÝômâA ôÏø¯ òÑòÌô§øe òÜ
“Tidak ada pengakuan anak dari hasil zina dalam Islam, urusan jahiliyah sudah sirna. Anak itu milik suami pemilik istri, sedangkan lelaki yang berzina mendapat kerugian. (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu bapak tersebut tidak boleh menjadi wali bagi anak perempuan itu, karena nasab terhadap bapaknya ditiadakan dengan sebab perzinaan tersebut.
Hal ini disebabkan nabi mengatakan bahwa laki-laki yang berzina tidak memiliki hak apa-apa pun terhadap hak nasab, perwalian dalam nikah, mewarisi, kemahraman ataupun kewajiban memberikan nafkah kepada anak, semuanya tidaklah dimiliki oleh laki-laki yang berzina (baca: bapak biologis). Akan tetapi bapak biologis ini tidak diperbolehkan menikahi anak hasil zinanya menurut pendapat mayoritas ulama dan inilah pendapat yang benar.
Adapun wali anak perempuan tersebut bisa dengan wali hakim (KUA).
فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ
“Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah” (HR. Abu Daud no 2083 dan dinilai shahih oleh al Albani).
Wallahu a’lam.
Sumber: As-Sunnah No. 10 Th.XV p. 5-6; http://ustadzaris.com