PERBEDAAN PERAYAAN ‘IEDUL FITRI
Bagaimana menyikapi perbedaan ‘Iedul Fitri?
Perbedaan pelaksanaan ‘Iedul Fitri sudah berulang
kali terjadi di negara kita. Pada awalnya terlihat aneh, tidak wajar, namun
kini sudah terasa biasa. Pada awalnya muncul pergesekan, ketegangan antar
kelompok yang berbeda pendapat tersebut, namun sekarang sudah jarang terjadi
bahkan tak ada lagi. Sekarang banyak ditemui di suatu lapangan/ tempat
dilangsungkan dua kali shalat ‘Iedul Fitri akibat perbedaan penetapan 1 Syawal
antara pemerintah dengan kelompok/organisasi Islam tertentu. Bahkan dalam satu
keluarga, beberapa anggota keluarga berlebaran pada hari yang berbeda dengan
anggota keluarganya yang lain.
Mungkin inilah implementasi demokrasi di negeri
kita, yang sudah merambah di berbagai sendi kehidupan masyarakat. Umat muslim
Indonesia pun semakin cerdas, memahami, mengerti, kemudian menyikapi fenomena
ini dengan lapang dada, bijaksana, penuh toleransi.
Berikut ini beberapa pertanyaan dan jawaban
terkait perbedaan perayaan Hari Raya Umat Islam di negeri kita tercinta ini,
yang kami kutip dari As Sunnah edisi khusus Thn. XVI Juli-Agt 2012, p.6-7.
Berlebaran Mengikuti Keputusan Pemerintah
PERTANYAAN
Di tempat saya, ‘Iedul Fitri besok pagi (misal Selasa), sedangkan saya ikut
keputusan pemerintah yang lebaran besoknya lagi (Rabu). Bagaimana puasa dan
shalat ‘Ied saya?
JAWABAN
Kalau memang saudara ikut pemerintah, maka saudara
tetap berpuasa sebagaimana biasa, walaupun masyarakat sekitar, atau bahkan
anggota keluarga anda sendiri ada yang sudah berbuka dan melaksanakan shalat
‘Ied. Sementara untuk shalat ‘Ied saudara ikut kaum muslimin di tempat terdekat
yang shalat ‘Iednya mengikuti pemerintah.
“Hari raya ‘Iedul Fitri adalah hari yang padanya
masyarakat luas berhenti puasanya, dan hari raya ‘Iedul Adha adalah hari yang
padanya masyarakat luas menyembelih kurban.” (HR. at-Tirmizi. No. 802)
Orang yang Melihat Hilal
PERTANYAAN
Dalam ilmu fiqih dijelaskan bahwa rakyat harus turut ikut berhari raya
dengan pemerintah. Bagaimana hukumnya apabila kita yakin ada yang melihat hilal
(bulan sabit) Syawal pada malam setelah tanggal 29 Ramadhan, padahal pemerintah
menetapkan bahwa Ramadhan diikmal (digenapkan) menjadi 30 hari karena
menurut tim pemerintah hilal Syawal tidak terlihat? Apakah kita tetap ikut
pemerintah atau kita berhari raya besoknya (puasa 29 hari) karena telah melihat
hilal dengan yakin?
JAWABAN
Tetap saja berpuasa, melihat ataupun tidak melihat
hilal, selama pihak yang berwenang dalam hal ini pemerintah belum menetapkan
hari raya ataupun hari pertama Ramadhan maka masyarakat harus mengikuti
keputusan pemerintah, termasuk orang yang melihat hilal secara langsung, selama
persaksiannya tidak diterima,maka dia tetap mengikuti pemerintah.
Diantara hikmahnya adalah MENJAGA PERSATUAN DAN
KEBERSAMAAN, sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw.:
“Hari raya ‘Iedul Fitri adalah hari yang
padanya masyarakat luas berbuka puasa, dan hari raya ‘Iedul Adha adalah hari
yang padanya masyarakat luas menyembelih kurban.” (HR. at-Tirmizi. No. 802)
Karenanya berdasarkan hadits ini tidak diragukan
bahwa pendapat yang lebih tepat dalam hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwa orang yang melihat
persaksiannya tidak diterima oleh pemerintah, MAKA TETAP BERKEWAJIBAN MENGIKUTI
KEPUTUSAN PEMERINTAH DI NEGARA MASING-MASING.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar