TIDAK MENGERASKAN
“BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM”
Sebagian kalangan
menganggap bahwa “Bismillahirahmanirrahim” harus dibaca sabagaimana
dibaca Surat al-Fatihah, bahkan ada yang mengulangi shalatnya jika imamnya
tidak mengeraskan “Bismillahirahmanirrahim” karena menganggap salatnya
tidak sah. Lalu bagaimana kedudukan “Bismillahirahmanirrahim” dalam
Surat al-Fatihah dan dalam shalat?
Para ulama berbeda
pendapat tentang hukum bacaan “Bismillahirahmanirrahim” sebelum
al-Fatihah:
Imam
Malik
rahimahullah berpendapat bahwa “Bismillahirahmanirrahim” tidak dibaca
secara total dalam shalat baik shalat jahriyah (dibaca keras) maupun sirriyah
(dibaca lirih). Dalilnya hadits Anas ra beliau berkata: “Aku shalat
bersama Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka semua membuka
bacaannya dengan ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’, mereka semua tidak megucapkan
‘Bismillahirahmanirrahim’ baik di awal atau di akhirnya.” (HR. Muslim)
Imam
Syafi’i
rahimahullah berpendapat bahwa “Bismillahirahmanirrahim” wajib dibaca
setiap kali membaca al-fatihah karena ia termasuk salah satu ayat Surat
al-Fatihah, jika shalatnya jahriyah maka dibaca jahriyah, dan jika sirriyah
maka dibaca sirriyah, pendapat ini didasari oleh hadits Nu’aim al-Mujmir
berkata: “Aku pernah shalat bersama Abu Hurairah ra beliau membaca ‘Bismillahirahmanirrahim’,
lalu membaca al-Fatihah ... dan diakhir hadits (Nu’aim berkata), Abu Hurairah
berkata, ’Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku orang yang paling
mirip shalatnya dengan Rasulullah saw.” (HR. Nasai dan Ibnu Khuzaimah)
Dalil lain adalah hadits
Rasulullah saw. beliau bersabda: “Apabila engkau membaca ‘Alhamdulillah’,
maka bacalah ‘Bismillahirahmanirrahim’, sesungguhnya ia termasuk dari Ummul Qur’an
dan Ummul Kitab dan 7 (ayat) yang diulang-ulang, dan ‘Bismillahirahmanirrahim’
termasuk salah satunya.” (HR. Baihaqi, Daruquthni)
Mayoritas
ulama
berpendapat bahwa “Bismillahirahmanirrahim” harus dibaca dalam shalat,
hanya saja membacanya lirih tidak dijaharkan. Inilah pendapat yang paling kuat,
dengan beberapa alasan, di antaranya:
- · Anas ra. menjelaskan bahwa Nabi saw. dan para Khulafaur Rasyidin ketika menjadi imam, tidak menjaharkannya. Anas ra. berkata: “Sesungguhnya Nabi Muhammad saw., Abu Bakar, dan Umar, mereka membuka bacaan shalatnya dengan ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- · Dalam riwayat lain, Anas bin Malik ra menegaskan: “Mereka (Nabi saw. dan para Khulafaur Rasyidin) tidak menjaharkan ‘Bismillahirahmanirrahim’.” (HR. Nasai)
- · Dalam riwayat lain, Anas ra. menegaskan: “Mereka (Nabi saw. dan para Khulafaur Rasyidin) melirihkan (Bismillahirahmanirrahim).” (HR. Ibnu Khuzaimah)
- · Dalam sebuah hadits qudsi, Allah swt. berfirman: “Aku membagi shalat itu separuh untuk-Ku dan separuh lagi untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku berhak mendapat apa yang ia minta, jika ia (hamba-Ku) mengucapkan ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’ Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’, jika mengucapkan ‘Arrahmanirrahim’, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku’ ...” (HR. Muslim). Hadits ini menegaskan bahwa yang dibaca pertama kali adalah “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” bukan “Bismillahirahmanirrahim”.
- · Adapun peniadaan bacaan “Bismillahirahmanirrahim” dalam tambahan riwayat Muslim maka maksudnya adalah mereka melirihkannya sehingga tidak terdengar oleh makmum. (Demikian disampaikan oleh Ibnu Hajar dalam penjelasan hadits ini)
- · Adapun hadits Nu’aim al-Mujmir, maka Ibnul Qayyim berkata, “Hadits (Nu’aim) tentang dijaharkannya ‘Bismillahirahmanirrahim’ (oleh Abu Hurairah), maka Nu’aim bersendirian (meriwayatkan dari Abu Hurairah) di antara sekian banyak para sahabat Abu Hurairah ra. yang berjumlah 8 (delapan) perawi dari para sahabat Nabi saw. atau tabi’in (yang tidak meriwayatkan seperti Nu’aim).”
- · Adapun hadits perintah membaca “Bismillahirahmanirrahim” (HR. Baihaqi, Daruquthni), maka diperselisihkan keabsahannya; jika dianggap shahih maka tidak terdapat di dalamnya perintah menjaharkan “Bismillahirahmanirrahim”, tetapi hanya sekedar membaca dan ini tidak bertentangan dengan melirihkan sebagaimana kebiasaan Nabi saw. dan para Khulafaur Rasyidin.
Kesimpulan. Berkata Siddiq Hasan Khan, “Bismillahirahmanirrahim
termasuk bagian dari al-Qur'an. Perselisihan masalah ‘Bismillahirahmanirrahim’
sangat panjang sebab perbedaan madzhab.” Lalu beliau menyimpulkan, “Yang lebih
dekat kepada kebenaran, yaitu sunnahnya Nabi saw. tentang ‘Bismillahirahmanirrahim’
adalah tidak dijaharkan dalam shalat dengan dasar hadits Bukhari dan Muslim,
sedangkan sebagian ulama pentahqiq memilih pendapat bahwa ‘Bismillahirahmanirrahim’
dijaharkan jika shalatnyaa jahriyah dan disamarkan jika shalatnya sirriyah.”
Al-Furqon Ed.12 Th.11, p.28-29
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar