Rabu, 11 Juli 2012

Etika Dalam Berbicara


Etika dalam Berbicara


1. Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (An-Nisa: 114).

2. Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.

3. Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menyatakan: “Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

4. Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: ”Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar”. (HR. Muslim)

5. Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

6. Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah ra. telah menuturkan: “Sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam apabila membi-carakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya”. (Mutta-faq’alaih).

7. Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Seorang mu’min itu pencela atau pengutuk atau keji pembicaraannya”. (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

8. Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu anhu disebutkan: “Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun”. Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: “Orang-orang yang sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

9. Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”. (Al-Hujurat: 12).

10. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.

11. Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.

12. Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.

13. Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan). (Al-Hujurat: 11).

(Dikutip dari Judul Asli Al-Qismu Al-Ilmi, penerbit Dar Al-Wathan, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, versi Indonesia Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari)
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar