BUTA CINTA : Sesat Di Dunia, Merana Di Akhirat
|
Oleh : Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhani
|
|
Di Sebuah Taman Kota Metropolitan......
Para pekerja yang sibuk membersihkan kawasan taman rekreasi gempar.
Raungan bunyi ambulan begitu mengejutkan ketika pagi yang masih terlalu awal
ini. Kelihatan beberapa petugas kesehatan begitu sibuk memberi pertolongan
kepada sepasang muda-mudi yang terperangkap di dalam sebuah Rel Kereta API di
Kota tersebut. Naas bagi pasangan merpati dua sejoli itu, malaikat maut telah
mencabut nyawa mereka dalam keadaan yang sungguh tragis dan memilukan.
Apa
yang terjadi sebenarnya? Ternyata sepasang muda-mudi itu nekad membunuh diri
dengan menutup Jalan Kereta API,pada saat itu mereka mengikat diri di rel
tersebut. Akibatnya mereka mati dalam keadaan berpelukan dan saling berciuman
dengan kondisi tubuh hancur di lindas Kereta api, sehingga begitu sukar pihak
bertanggung jawab memisahkan antara dua jasad tersebut. Begitu ‘mengharukan’!. Didalam rel kereta tersebut ditemui selembar kertas
yang telah mereka tanda tangani. Antara isi kandungannya; tolong jangan
pisahkan mayat kami dan terus dikebumikan untuk membuktikan cinta abadi kami
sehidup semati. Dan di bagian akhir surat tersebut tercatat bahwa mereka
melakukan ini demi menyelamatkan cinta ‘sejati’ yang ‘suci’ ini karena orang
tua mereka tidak merestui hubungan cinta mereka. Astaghfirullah…!
Di sebuah rumah di Jazirah Arab 1400 tahun yang lampau…
Abdullah bin Abu Bakar RA baru saja melangsungkan pernikahan dengan
Atikah binti Zaid, seorang wanita cantik rupawan dan berbudi luhur. Dia
seorang wanita berakhlak mulia, berfikiran cemerlang dan berkedudukan tinggi.
Sudah tentu Abdullah amat mencintai istri yang sangat sempurna menurut
pandangan manusia.
Pada
suatu hari, ayahnya Abu Bakar RA lewat di rumah Abdullah untuk pergi
bersama-sama untuk sholat berjamaah di masjid. Namun apabila beliau
mendapati anaknya sedang bermesraan dengan Atikah dengan lembut dan romantis
sekali, beliau membatalkan niatnya dan meneruskan perjalanan ke masjid.
Setelah selesai menunaikan sholat Abu Bakar RA sekali lagi melalui jalan
di rumah anaknya. Alangkah kesalnya Abu Bakar RA apabila beliau mendapati
anaknya masih bersenda gurau dengan istrinya sebagaimana sebelum beliau
menunaikan sholat di masjid. Kemudian Abu Bakar RA segera memanggil Abdullah,
seterusnya bertanya : " Wahai Abdullah, adakah kamu sholat berjemaah?
" Tanpa berhujjah panjang Abu Bakar berkata : "Wahai Abdullah,
Atikah telah melalaikan kamu dari kehidupan dan pandangan hidup malah dia juga
telah melupakan kamu dari sholat fardhu, ceraikanlah dia!" Demikianlah
perintah Abu Bakar kepada Abdullah. Suatu perintah ketika Abu bakar mendapati
anaknya melalaikan hak Allah. Ketika beliau mendapati Abdullah mulai sibuk
dengan istrinya yang cantik. Ketika beliau melihat Abdullah terpesona
keindahan dunia sehingga menyebabkan semangat juangnya semakin luntur.
Lalu bagaimana tanggapan Abdullah? Tanpa membuat dalih apatah lagi
mencoba membunuh diri, Abdullah terus mengikuti perintah ayahandanya dan
menceraikan istri yang cantik dan amat dicintainya. Subhanallah!!!
Dari dua petikan kisah di atas, marilah kita sama-sama bertafakkur
tentang hakikat dan bagaimana cinta sejati, tulus dan suci itu sebenarnya.
Sesungguhnya perjalanan hidup manusia akan sentiasa dipenuhi dengan
warna-warna cinta. Bahkan kita dapat ungkapkan bahwa kehadiran manusia di
muka bumi ini disebabkan Allah SWT meletakkan sebuah perasaan di dalam jiwa
manusia, dan dia adalah cinta.
Membicarakan tentang cinta ibarat menguras air lautan dalam yang kaya
dengan pelbagai khazanah alam. Tak kan pernah habis dan kita akan sentiasa
menemui berjuta macam benda. Dari sekecil-kecil ikan hingga ikan paus yang
terbesar. Dari kerang sampai mutiara malah jika diizinkan Allah, kita mungkin
menemui bangkai kapal dan bangkai manusia!!!
Usia sejarah cinta seumur dengan sejarah manusia itu sendiri. Jika di
suatu tempat ada 1000 manusia maka di situ ada 1000 kisah cinta. Dan jika di
muka bumi ini ada lebih 5 million manusia, maka sejumlah itu pulalah kisah
cinta akan hadir.
Walau berapa banyak pun nuansa cinta yang menjelma menjadi sebuah syair,
drama, film,Sinetron, lagu dan berbagai bentuk hasil seni lain, namun pada
hakikatnya cinta itu hanya ada dua buah versi saja. Versi cinta nafsu
(syahwat) dan cinta Rabbani.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah kita membedakan yang mana
cinta syahwat dan mana cinta Rabbani? Derasnya arus ghazwul fikr (serangan
pemikiran) dalam kesenian terutamanya, telah mampu membungkus cinta syahwat
sehingga ia tampil sebagai cinta "suci" yang mesti diperjuangkan,
dimenangkan dan diraih seterusnya untuk dinikmati.
Manusia seakan lupa pada sejarah. Lupa pada kisah-kisah tragis yang
berakhir di hujung pisau atau dalam segelas racun. Mereka semua rela diseret
dan dijeremuskan ke dalam lubang ‘neraka’ hanya untuk mengejar salah satu
rasa dari sekian banyak rasa yang ada disudut hati manusia, itulah cinta.
Cinta memiliki kekuatan luar biasa. Dan kekuatan cinta (the power of
love) mampu menjadikan manusia pribadi yang sangat nekad atau sangat taat.
Nekad dalam konteks sangat berani dalam melanggar peraturan-peraturan Allah
seperti berkhalwat (berdua-duaan dengan bukan mahram), berkasih-kasihan
lelaki dan perempuan, berpegangan tangan, mempertontonkan adegan birahi percuma
di khalayak ramai apatah lagi dalam sembunyi. Atau jika cinta tak mendapat
restu dari orang tua, pasangan akan nekad, terus lari dari rumah atau berzina
(na’udzubillah min dzalik). Dan tidak sedikit pula yang begitu nekad sanggup
melakukan perbuatan yang dilaknat Allah yaitu membunuh diri demi cinta.
Pribadi-pribadi nekad seperti ini menjadikan cinta sebagai tujuan bukan
sebagai sarana mencapai tujuan. Oleh itu tidaklah mengherankan jika kita
banyak menemui berbagai perilaku aneh para pencari cinta yang tak masuk akal.
Sebab apa yang mereka tuju adalah suatu yang abstrak, tidak jelas dan bukan
perkara yang pokok. Mereka sibuk mencari dan mengartikan makna cinta
sementara lalai terhadap Dzat yang menganugerahkan cinta. Dzat yang menumbuh
suburkan rasa cinta. Dzat yang memberikan kekuatan cinta. Dzat yang paling
layak dicintai, kerana Dia juga Empunya nikmat cinta. Allah Rabbul ‘Alamin.
Kisah tragis di awal tulisan ini memberikan gambaran jelas sikap manusia
yang rela mengorbankan diri demi sepotong cinta. Muda-mudi yang nekad bunuh
diri dengan berbagai cara ini pada dasarnya belum mengenali hakikat cinta.
Cinta yang mereka kenal selama ini adalah cinta yang ditunggangi oleh nafsu
syahwat. Dan joki penunggangnya adalah syaitan laknatulllah. Pada momen ini
syaitan berteriak keriangan sambil mengibar-ngibarkan bendera kemenangan
kerana berhasil menjerumuskan anak cucu Nabi Adam dalam neraka jahannam
dengan dalih cinta yang begitu murah nilainya.
Cinta memang tak kenal warna. Cinta tak kenal baik-buruk. Cinta tak kenal
rupa dan pertalian darah. Memang begitulah adanya. Kerana yang mampu mengenal
warna dan baik-buruk adalah pelaku-pelaku cinta yang menggunakan akal
fikirannya.
Sebaliknya cinta juga mampu melahirkan pribadi-pribadi yang mengagumkan.
Pribadi yang tak takut kehilangan suatu apa pun walau ia amat cinta pada
sesuatu. Namun kerena cinta yang hadir dipenuhi dengan nuansa keimanan, maka
mereka rela mengorbankan apa saja yang mereka amat cintai demi memperolehi
keridhaan Dzat Pemberi cinta. Jiwa mereka tidak gundah gulana hanya kerena
kehilangan cinta duniawi karena Allah sebagai Dzat pemberi ketenteraman
Pribadi-pribadi taat ini amat menyadari bahawa cinta hanyalah sebagai sarana
mencapai tujuan. Mereka yakin kenikmatan cinta tak ada artinya tanpa ada
restu Allah sebagai Pemberi cinta. Maka yang mereka cari adalah ridha dan
cinta kasih Allah, bukan cinta yang bersifat sementara.
Kisah Abdullah putera Abu Bakar RA menjadi contoh kematangan pemuda yang
mengenal arti cinta. Bayangkan!! Dia memiliki isteri yang amat cantik,
berakhlak mulia, berkedudukan tinggi dan berharta. Namun apabila ayahandanya
memerintahkan untuk menceraikan isterinya, dengan alasan isterinya telah
melalaikan Abdullah dalam menunaikan hak Allah seterusnya akan membuat
Abdullah lalai dari berjihad di jalan Allah. Maka apa reaksi Abdullah?
Tidak!! Abdullah tidak marah langsung pada ayahnya. Atau berusaha mengambil
pedang dan ingin memenggal kepala si ayah yang berusaha memisahkan jalinan
cinta yang memang sudah sah itu. Sekali lagi tidak!! Pemuda yang bernama
Abdullah melihat perintah itu dengan kacamata cinta yang diberikan Allah. Ia
rela menceraikan isteri yang dicintainya demi mempererat hubungan cinta
dengan Allah. Subhanallah… Masih adakah pemuda-pemuda seperti peribadi Abdullah
di zaman globalisasi kini?
Begitulah cinta. Ia mampu melambungkan manusia pada derajat kemuliaan
yang tak terhingga. Manakala frekuensi atau gelombang cintanya juga sudah
selaras dengan frekuensi atau gelombang cinta yang Allah kehendaki. Semuanya
akan senada seirama. Tak ada dengung sumbang, tak ada nada ternoda. Demikian
indah dan asli irama cinta sejati.Wallahu ‘Alam
Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhan (Adi Supriadi)
ASSYARKHAN Conseling Centre Biro Konseling Keluarga dan Remaja Indonesia Jln. Maleer Selatan No. 51/117 Bandung 40275 Jawa Barat Indonesia |
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar