Selasa, 26 April 2011

SM Kartosuwirjo (Bagian 2)

Bagaimana SM Kartosuwirjo
Mengenal Islam?


SM Kartosuwirjo belajar tentang Islam di berbagai kesempatan dalam perjalanan hidupnya. Pengetahuan tentang Islam lebih banyak ia peroleh dari beberapa ulama ataupun tokoh Islam yang pernah berjumpa atau berhubungan dengannya sejak ia masih sekolah, ketika ia aktif dalam berbagai organisasi atau partai sampai perkenalannya dengan tokoh-tokoh agama di Jawa Barat tempat dimana ia mewujudkan cita-citanya.

Guru Pertama SM Kartosuwirjo di masa mudanya

Ketika masih di Bojonegoro, SM Kartosuwirjo mengenal Notodiharjo. Dialah yang kemudian menjadi guru kerohaniannya dan menjadi satu-satunya pendidikan agama yang pernah ia peroleh semasa remaja (Holk H. Dengel, 1995).

Notodiharjo adalah seorang tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah. Pikiran-pikirannya sangat mempengaruhi SM Kartosuwirjo dalam bersikap dan menanggapi ajaran-ajaran tentang agama Islam. Notodiharjo ini kemudian menanamkan ajaran-ajaran agama Islam modern ke dalam alam pikir SM Kartosuwirjo yang saat itu masih remaja. (Al Chaidar, 1999)

Bersama HOS Tjokroaminoto

Di Surabaya SM Kartosuwirjo pernah tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto yaitu sesudah dia dikeluarkan dari NIAS tahun 1927 (C. Van Dijk, 1983). Keterangan mengenai hal ini sempat dibantah oleh Dengel yang menerangkan bahwa ketika di Surabaya SM Kartosuwirjo tidak pernah tinggal di rumah Tjokroaminoto. SM Kartosuwirjo baru mengenal Tjokroaminoto secara pribadi setelah Tjokroaminoto dan Agus Salim kembali dari perjalanannya naik haji di Mekah. Namun dalam memoir Harsono Tjokroaminoto (putra Tjokroaminoto) dinyatakan bahwa sejak tinggal di Surabaya sampai di Jakarta, SM Kartosuwirjo selalu tinggal bersama keluarganya. Tjokroaminoto adalah guru SM Kartosuwirjo dalam bidang politik. Dengan keakraban yang senantiasa terjalin antar keduanya akhirnya SM Kartosuwirjo menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto dan ia tetap setia mendampingi serta melaksanakan fungsinya sampai tahun 1929. (Holk H. Dengel, 1995)

Kebersamaan SM Kartosuwirjo dengan Tjokroaminoto sangat penting perannya dalam membangun pola pikir SM Kartosuwirjo, melalui hubungan kebersamaan keduanya telah membuka wawasannya sebagai seorang politikus dan wawasan Islam. Hal ini juga telah menjadi salah satu faktor penentu dalam menemukan wawasan politik, hingga terwujud sebuah cita-cita lahirnya Negara Islam Indonesia (NII).

Menjadi Pengurus Partai

Pada tahun 1927 dalam konggres Partai Syarikat Islam Hindia Timur (PSIHT) yang berlangsung di Pekalongan, SM Kartosuwirjo ditetapkan sebagai sekretaris umum PSIHT. Dalam rangka melaksanakan tugasnya tersebut ia sering berkunjung ke daerah-daerah untuk melihat perkembangan partai di tingkat cabang dan ranting. Salah satu tempat yang pernah ia kunjungi adalah Malangbong, sebuah kota kecil dekat Garut dan Tasikmalaya di daerah Jawa Barat. Disana ia bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal dengan nama Ajengan Ardiwisastera (Holk H. Dengel, 1995; Al Chaidar, 1999).

Di Malangbong, Menikah dengan Siti Dewi Kalsum

Ajengan Ardiwisastera adalah seorang tokoh asli Malangbong sekaligus tokoh PSIHT setempat yang disegani. Disana pula ia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum, putri Ajengan Ardiwisastera yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929. Ketika menikah usia Siti Dewi Kalsum lebih muda dua tahun dari SM Kartosuwirjo. Dengan keberadaannya di Malangbong dan menikahi putri seorang tokoh terkenal di sana, maka terangkatlah diri SM Kartosuwirjo menjadi orang yang sangat terpandang di daerah tersebut. Hal ini bukan hanya karena reputasi mertuanya yang berpengaruh di Malangbong, tetapi juga karena reputasi dia sendiri yang cukup tinggi, dia adalah seorang terpelajar, menjadi sekretaris pribadi HOS Tjokroaminoto, menjabat sekretaris umum PSIHT dan sebagai anggota redaksi Fadjar Asia. Kebersamaannya dengan Ajengan Ardiwisastera sangat mempengaruhi kehidupan SM Kartosuwirjo dimana ia hidup dalam suasana kepartaian yang tentunya makin memperluas pengetahuannya tantang politik. Disamping itu mertuanya yang juga seorang ulama terkenal, maka disana ia memperoleh banyak kesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam. (Pinardi, 1964)

Selama tinggal di Malangbong ia juga banyak belajar tentang agama Islam dari ulama-ulama setempat. Tokoh ulama dari daerah Priyangan yang kemudian banyak mempengaruhi perkembangan jiwa Islam SM Kartosuwirjo antara lain : Junus Anis dari Bandung, Jusuf Tauziri dari Wanaraja, Mustafa Kamil dari Tasikmalaya, Abdul Kudus Gozali, Tusi, Oni dan lain-lainnya. (Pinardi, 1964)

Islam Tradisional di Jawa Barat, Keyakinan Mistis

Di Malangbong seperti juga di seluruh daerah pedesaan di Jawa Barat pada umumnya, modernisme Islam masih sangat rendah dan sama sekali belum mendalam. Modernisme Islam sebagian besar hanya terjadi di daerah perkotaan yang tidak mempengaruhi kyai-kyai pedesaan. Karena SM Kartosuwirjo selama berada di Jawa Barat banyak bergaul dan belajar agama dari para ulama tradisional, maka pendidikan agama yang didapatkannya sangat sedikit yang bercirikan Islam modern. Seperti juga para gurunya, SM Kartosuwirjo lebih memilih kehidupannya sebagai seorang sufi yang mengabdikan dirinya. (Horikoshi, 1975)

Sufisme yang diterapkan di daerah Jawa Barat, adalah kehidupan sufi yang lebih dekat kepada hal-hal yang berbau mistis, kepercayaan kepada benda-benda keramat dan terjadinya kultus individu (C. Van Dijk, 1983).

Akhirnya SM Kartosuwirjo dalam setiap sikap dan tindakannya menunjukkan seorang yang amat fanatik dalam agama dan ia mempunyai keyakinan mistik yang tebal. Hal ini kemudian dimanfaatkannya untuk menanamkan pengaruh pada rakyat Jawa Barat dalam rangka mewujudkan cita-citanya.

Semoga masih bersambung,....

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar