Minggu, 11 Desember 2011

Memuji Pertanyaan yang Bagus

RASULULLAH SAW. MEMUJI PERTANYAAN YANG BAGUS

“Bertanya perihal obyek yang penting-penting saja (kepada ahlinya) termasuk seni dalam melontarkan pertanyaan”

Pertanyaan yang memiliki urgensilah yang seharusnya menjadi perhatian orang-orang yang bertanya kepada Ulama ataupun guru. Bukan asal bertanya yang terkadang tentang pertanyaan yang sepele, hanya sekedar menguji ustadz, guru atau orang lain, atau untuk menunjukkan keakuannya.

Fakta menunjukkan bahwa Rasulullah saw. memuji pertanyaan-pertanyaan yang baik dan menyanjungnya, serta mengungkapkan rasa kegembiraannya terhadap penanya. Bebarapa riwayat membenarkan keterangan di atas.

Nabi saw. pernah menyanjung Sahabat Muadz bin Jabal r.a. dikarenakan pertanyaan pentingnya berbunyi, “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga?”.

Sebelum menjawab beliau memujinya dengan bersabda:

“Bakh-bakh, sungguh engkau telah menanyakan perkara yang besar”.

“Bakh” merupakan kalimat ungkapan pujian dan persetujuan akan sesuatu. Di sini diulang sampai dua kali guna menguatkan pujian.

“Sesungguhnya itu mudah bagi orang yang Allah mudahkan untuk melakukannya. Kerjakanlah sholat wajib dan bayarlah zakat,” kata Rasullah saw. meneruskan perkataannya. (HR. Abu Dawud ath-Thayalisi no. 561)

Sementara Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Ayyub r.a., ada seorang Arab Badui mencegat jalan Rasulullah saw. saat beliau dalam perjalanan. Lelaki itu kemudian memegangi kendali onta beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku (amalan) yang mendekatkan diriku kepada surga dan menjauhkan diriku dari neraka?”

Sabi saw. terdiam. Kemudian melihat kepada para sahabat seraya bersabda: “Sungguh ia (si penanya) telah mendapatkan taufik atau (limpahan hidayah)”.

Nabi saw. berkata (untuk menarik perhatian Sahabat lain), “Apa yang kamu katakan (tadi)?”

Lelaki itupun mengulangi ucapannya.

Selanjutnya Nabi saw. menjawab, “Engkau beribadah hanya kepada Allah, tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, menyambung silaturahmi”. Dan akhirnya, beliau berkata, “(Sudah) lepaskan (kendali) ontanya”.

Dalam contoh yang lain, berdasarkan riwayat Imam al-Bukhari rahimahullah, Abu Hurairah r.a. melontarkan pertanyaan kepada Rasulullah saw. yang berbunyi: “Siapakah orang yang paling berbahagia mendapatkan syafaatmu pada hari kiamat (kelak)?”

Sebelum menjawab, Rasulullah saw. memuji penanya dengan berkata , “Sungguh wahai Abu Hurairah, aku telah yakin tidak ada orang yang menanyakan ini kepadaku lebih dahulu daripada dirimu, lantaran aku melihat semangatmu dalam mendapatkan hadits. Orang yang paling berbahagia mendapatkan syafaatku pada hari kiamat ialah orang yang berkata Laa Illaaha Illallaah dengan ikhlas dari hati atau jiwanya”. (HR. al-Bukhari no. 99)

Tentu pujian terhadap penanya (Sahabat Abu Hurairah) hasil dari pengamatan kontinyu beliau terhadap Sahabat ini yang bersemangat terhadap sabda-sabda Nabi saw. Rasullah membuat gembira sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits ini melalui dua jalan; pertama dengan menyebutkan sebab keyakinannya kalau Abu Hurairahlah yang akan menanyakannya pertama kali yaitu semangatnya dalam menerima hadits Nabi saw. Kedua, nabi saw. menyebut namanya langsung sebelum menjawab pertanyaannya. Tentu ini akan sangat bersuka-cita lantaran yang menyebut namanya adalah insan kecintaan Rabbul ‘alamin.

Ringkasnya, Nabi saw. menyukai pertanyaan-pertanyaan yang bagus dan memujinya. Jelas, ini pelajaran penting bagi umat saat mengajarkan ilmu, maupun saat menempuh perjalanan mencari ilmu. Dengan memuji orang yang bertanya akan merasa dihargai dan diperhatikan oleh ustadz atau guru. Rasa takut, malu ataupun sungkan orang yang bertanya akan hilang, dan tumbuh rasa keberanian untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami maupun mengkonfirmasi tentang suatu permasalahan.

Sumber: Uswah Nabi : As-Sunnah no.07 thn. XV

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar