Minggu, 04 Desember 2011

Menghitung Zakat Harta Perdagangan

BAGAIMANA MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT HARTA PERDAGANGAN?

Jika telah tiba waktu mengeluarkan zakat, maka wajib bagi pedagang untuk mengumpulkan dan mengkalkulasikan hartanya. Harta yang wajib dikalkulasikan ini meliputi:

Modal usaha, keuntungan, tabungan (harta dan barang simpanan) dan harta barang-barang dagangan.

Piutang yang masih ada harapan dan masih ada kemungkinan akan dilunasi.

Ia menghitung harga barang-barang dagangannya lalu ditambahkan dengan uang yang ada harapan dan masih ada kemungkinan akan dilunasi, lalu dikurangi dengan utang-utangnya. Kemudian dari nominal itu, ia mengeuarkan sebanyak dua setengah persen (2,5%) berdasarkan harta penjualan ketika zakatnya hendak ditunaikan, bukan berdasarkan harga belinya.

Inilah pendapat mayoritas ulama fiqih dan disepakati Imam Malik rahimahullah.

Berikut rumus sederhana perhitungan zakat barang-barang perdagangan:

BESAR ZAKAT=

[(Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (hutang + kerugian)] x 2,5%

Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agrobisnis, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, dll) nisabnya 20 Dinar (setara 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni (asumsi jika per gram emas murni Rp550.000,00 maka 85 gram = Rp46.750.000,00) maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

Contoh:

Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari 2012 dengan keadaan sebagai berikut:

- Meubel dan kusen yang belum terjual seharga Rp250.000.000,00

- Uang tunai Rp50.000.000,00

- Piutang Rp27.000.000,00

- Jumlah Rp327.000,000,00

- Utang Rp17.000.000,00

- Saldo Rp310.000.000,00

- Besar zakat = 2,5% x Rp 310.000.000,00 = Rp7.750.000,00.

Inilah jumlah zakat barang dagangan yang harus dikeluarkan.

Catatan: Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau almari, etalase toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kategori barang tetap (tidak berkembang).

Dikutip dari: Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz, As-Sunnah No.08 thn.XV
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar